Hukum laut internasional ctd @saidin_ampoen


HUKUM LAUT DAN PERATURAN INTERNASIONAL

Disusun oleh:
  Nama     : Saidin Isnaini Anakampun
                          Nim        : 1311101010013
  Jurusan : Ilmu Kelautan
 

JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2014

HUKUM LAUT DAN PERATURAN LAUT INTERNASIONAL

A.  Pengertian
            Luas Seluruh Lautan Bumi 70.8 % atau 361,134,060km2. Sedangkan luas daratan bumi hanya 29.2 %  atau 148,940,540km2. Dengan demikian potensi lautan tak sebanding dengan daratan, mulai dengan banyak ragam nya kekayaan hayati, ikan, minyak dan lain. Dengan demikian banyak pula menimbukan permasalahan mulai dari perebutan wilayah, dan lain sebagainya. Dengan adanya hal yang demikian maka timbul lah yang dinamakan Hukum laut dan peraturan Internasional. Hukum laut pada umumnya berbeda disetiap wilayah dan diatur dan dibuat oleh orang sekitar atau adat yang berlaku.

Hukum Laut Internasional adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur hak dan kewenangan suatu negara atas kawasan laut yang berada dibawah yurisdiksi nasionalnya (national jurisdiction). Hukum internasional pertama kali ada di Negara yunani. Dalam hokum internasional tersebut tak ada istilah legislatif,yudikatif dan eksekutif. Melihat hukum tersebut sangat bagus, romawi mengambil alih hukum yang ada di yunani tersebut kemudian diterapkan di Romawi.

          “mochtar kusumaatmadja” hukum internasional ialah kaidah kaidah dan asas asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yag melintasi batas batas Negara yang meliputi Negara dengan Negara dan Negara dengan subjek lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara  satu sama lain.

B. Sejarah Hukum laut Internasional
Hukum internasional pertama kali ada di Negara yunani. Dalam hokum internasional tersebut tak ada istilah legislatif,yudikatif dan eksekutif. Melihat hukum tersebut sangat bagus, romawi mengambil alih hukum yang ada di yunani tersebut kemudian diterapkan di Romawi. Seiring berkembangnya zaman berkembang pula Hukum Laut Internasional, ada 3 hal yang menyebabkan perubahan  atau yang mendorong perkembangan Hukum laut Internasional yakni:

1.     Makin bergantungya penduduk dunia yang makin bertambah umlahnya yang bergantung pada lautan.
2.     Kemauan tekhnologi
3.     Perubahan peta bumi politik
Munculnya Hukum laut internasional yang kemudian di jajah oleh romawi dan diterapkan diromawi  bertujuan untuk membebaskan dari ancaman bajak laut yang mengganggu keamanan pelayaran di lautan. Ada dua konsepsi yang tak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan perkembangan Hukum Laut Internasional yakni Azas Communis yang menyatakan bahwa laut merupakan hak bersama seluruh umat manusia menurut konsepsi ini penggunaan laut bebas atas terbuka bagi setiap orang. Azas Res nulius menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memiliki, menurut konsep ini siapapun yang menguasai laut maka dapat memilikinya.
 
C. Perkembangan Hukum Laut Internasional
Bagian terbesar dari wilayah dunia terdiri dari perairan, terutama perairan laut.  Dari aspek geografi, permukaan  bumi yang luas  200 juta mil persegi, 70 % atau 140 juta mil persegi terdiri dari air. Dalam wilayah yang luas ini terkandung berbagai sumber daya. Salah satu unsur negara adalah wilayah negara pantai maupun negara buntu, mempunyai beberapa hak yang dijamin dalam hukum laut internasional.

Sejarah perkembangan hukum laut internasional mula-mula sebelum Imperium Roma dalam puncak kejayaannya menguasai seluruh tepi lautan tengah.
Kerajaan-kerajaan Yunani, Phoechia dan Rhodes mengklaim kekuasaan atas laut Peraturan hukum laut Rhodes yang berasal dari abad ke-2 dan ke-3 sebelum Masehi, berpengaruh pula terhadap orang-orang Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan Imperium Roma seluruh laut tengah (Mediteranean) berada di bawah kekuasaannya.
Persoalan kelautan pada masa ini tidaklah memerlukan pengaturan karena tidak ada pihak lain yang menentang dan menggugat kekuasaan mutlak Roma atas lautan tengah.  Dasar pemikiran penguasaan Romawi atas laut pada waktu itu, karena laut merupakan suatu res communis omnium  atau hak bersama seluruh umat, hal ini menjadi asas yang digunakan dalam mengatasi persoalan kelautan dan merupakan suatu konsepsi penggunaan laut bebas atau terbuka bagi setiap orang.
Asas res communis omnium bagi setiap orang ini, mula–mula digunakan dalam arti hak bersama umat manusia untuk menggunakan laut sebagai sarana pelayaran yang bebas dari gangguan perompak (bajak laut), tetapi penggunaan laut semakin berkembang seperti untuk menangkap ikan, asas ini juga dijadikan dasar kebebasan menangkap ikan. pada masa ini dikenal pula pemikiran yang menganggap laut sebagai  res nullius yaitu menganggap laut dapat dimiliki, sehingga siapapun yang dapat menguasai, menduduki dan memilikinya. Asas res nullius didasarkan pada konsepsi accupatio dalam hukum perdata Romawi Perkembangan hukum laut ini semakin pesat setelah runtuhnya Imperium Romawi.        Beberapa negara sekitar Laut Tengah menuntut pembagian laut yang berbatasan dengan pantainya dengan alasan yang bermacam-macam, seperti Venetia mengklaim sebagian besar dari laut Adriatik, suatu tuntutan yang diakui oleh Paus Alexander ke–III dalam Tahun 1177 yaitu dengan memungut bea terhadap setiap kapal yang berlayar di sana.  Selain itu, Genoa mengklaim kekuasaan atas laut Liguria dan sekitarnya dan melakukan tindakan-tindakan untuk melaksanakan penguasaannya.  Begitu pula yang dilakukan oleh Pisa yang mengklaim dan melakukan tindakan–tindakan penguasaan atas laut Thyrhenia
Setelah Perang Dunia II lahirlah negara merdeka, khususnya di Asia dan Afrika yang berbatasan dengan laut.Bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan rakyat serta diiringi pula dengan pesatnya kemajuan teknologi, menimbulkan kesadaran dari negara-negara merdeka untuk mengatur suatu tatanan baru masalah laut.
Perwujudan keinginan negara-negara ini, kemudian pada Tanggal 24 Februari sampai tanggal 27 April 1958, dilaksanakan Konperensi Hukum Laut di Jenewa yang dihadiri wakil-wakil 86 negara. Dalam konperensi ini dihasilkan empat konvensi, yaitu:
1.      Konvensi I tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan (Convention on the Teritorial Sea and Contigous Zone), mulai berlaku 10 September 1964.
2.     Konvensi II tentang Laut Lepas (Convention on the High Seas), mulai berlaku 30 September 1962.
3.     Konvensi III tentang Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas (Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas), mulai berlaku 20 Maret 1966.
4.     Konvensi IV tentang Landas Kontinen (Convention on the Continental Shelf), mulai berlaku 10 Juli 1964.
Dalam konperensi ini, walaupun telah berhasil merumuskan 4 konvensi, tetapi juga tidak disepakati tentang penetapan lebar laut teritorial, Akibatnya masing-masing negara menetapkan lebar laut teritorialnya menurut caranya sendiri.
Tahun 1960 diadakan Konperensi Hukum Laut II, yang membahas lebar laut wilayah, namun konperensi ini gagal menghasilkan konvensi. Beberapa konsepsi hukum laut modern yang diatur dalam hukum laut yang berlaku saat ini merupakan penyempurnaan dari apa yang diatur dalam Konvensi Jenewa 1958.

o   Pada tahun 1974 Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali menyelenggarakan Konperensi Internasional Hukum Laut III yang sedianya diadakan di Chili tahun 1973, tetapi baru terlaksana tahun 1974 di Ibu Kota Venezuela, Caracas;
o   Konperensi hukum laut III ini merupakan konperensi terbesar selama abad XX, karena tidak saja dihadiri 160 negara peserta dan sekitar 5000 delegasi yang berlatar belakang dari berbagai disiplin ilmu, tetapi juga memakan waktu terlama yaitu selama 9 tahun, yaitu dari tahun 1973 sampai tahun 1982.
o     Montego Bay (Jamaika)
o     UNCLOS 1982
o     mulai berlaku pada tahun 1994, disebabkan adanya syarat berlakunya yaitu apabila telah didepositkannya Piagam Ratifikasi oleh 60 negara ke Sekretariat Jenderal PBB.
o   Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

            Di laut teritorial kapal dari semua negara, baik negara berpantai ataupun tidak berpantai, dapat menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial, demikian dinyatakan dalam pasal 17 UNCLOS 1982. Dalam pasal 18 UNCLOS 1982, disebutkan pengertian lintas, berarti suatu navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan : [4]
1)      Melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman, atau
2)      Berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan tersebut.

Termasuk dalam pengertian lintas ini harus terus menerus, langsung serta secepat mungkin, dan mancakup juga berhenti dan buang jangkar, tetapi hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena force majureatau memberi pertolongan kepada orang lain, kapal atau pesawat udara yang dalam keadaan bahaya.

Selanjutnya dalam pasal 19 Konvensi menyatakan, bahwa lintas adalah damai, sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban alat keamanan Negara pantai.sedangkan lintas suatu kapal asing dianggap membahayakan kedamaian, ketertiban atau keamanan suatu Negara pantai, apabila kapal tersebut dalam melakukan navigasi di laut teritorial melakukan salah satu kegiatan sebagai berikut :
1) Setiap ancaman penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan pelanggaran atas Hukum Internasional sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB.
2)      Setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun.
3)      Setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan infomasi yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan Negara pantai.
 4)      Peluncuran, pendaratan atau penerimaan pesawat udara di atas kapal.
 5)      Perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan dan keamanan Negara pantai.
 6)      Bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan dengan peraturan bea cukai dan imigrasi.
 7)      Perbuatan pencemaran laut yang disengaja.
 8)      Kegiatan perikanan.
 9)      Kegiatan riset.
10)  Mengganggu sistem komunikasi.
11)  Kegiatan yang berhubungan langsung dengan lintas.

Pasal 32 UNCLOS memberikan pengecualian bagi kapal perang atau kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial. Pasal 29 UNCLOS memberikan definisi kapal perang yaitu suatu kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu Negara yang memakai tanda luar yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut, di bawah komando seorang perwira, yang diangkat oleh pemerintah Negaranya dan namanya terdaftar dinas militer yang tepat atau daftar yang serupa yang diawasi oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler.[6]

Negara pantai tidak boleh menghalangi lintas damai kapal asing melalui laut teritorialnya, kecuali dengan ketentuan Konvensi atau Perundang-undangan yang dibuat sesuai dengan ketentuan Konvensi. Negara pantai juga tidak boleh menetapkan persyaratan atas kapal asing yang secara praktis berakibat penolakan atau pengurangan hak lintas damai. Lain dari pada itu Negara pantai tidak boleh mengadakan diskriminasi formil atau diskriminasi nyata terhadap kapal Negara manapun. Untuk keselamatan pelayaran, Negara pantai harus secepatnya mengumumkan bahaya apapun bagi navigasi dalam laut teritorialnya yang diketahuinya.

Selanjutnya Pasal 25 UNCLOS, mengenai hak perlindungan bagi keamanan Negaranya, Negara pantai dapat mengambil langkah yang diperlakukan untuk mencegah lintas yang tidak damai di laut teritorialnya. Negara pantai juga berhak untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran apapun terhadap persyaratan yang ditentukan bagi masuknya kapal ke perairan pedalaman atau ke persinggahan demikian. Tanpa diskriminasi formil atau diskriminasi nyata di antara kapal, Negara pantai dapat menangguhkan sementara pada daerah tertentu di laut teritorialnya untuk perlindungan keamanannya termasuk keperluan latihan senjata.

1.      Cara Menentukan Lebar Dan Garis Batas Laut Teritorial
Seperti yang diuraikan diatas bahwa penentuan laut teritorial  suatu Negara pantai dilakukan dengan cara penarikan sejauh 12 mil dari garis pangkal terluar yang merupakan titik pasang surut terendah seperti yang diatur dalam Pasal 5 UNCLOS dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996. Namun UNCLOS dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 memberikan pengecualian terhadap wilayah laut yang memiliki pantai yang saling berhadapan antar Negara pantai.
1)      Pasal 10 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 menyebutkan bahwa :[7]
(1)   Dalam hal pantai Indonesia letaknya berhadapan atau berdampingan dengan negara lain,   kecuali ada persetujuan yang sebaliknya, garis batas laut teritorial antara Indonesia dengan negara tersebut adalah garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik- titik terdekat pada garis pangkal dari mana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua Negara menurut suatu cara yang berbeda dengan ketentuan tersebut.
2).Pasal 83 UNCLOS 1982, menetapkan bahwa penentuan batas landasan kontinental antar negara dengan pesisir yang berhadapan atau berdekatan akan dilaksanakan melalui perjanjian berdasarkan Hukum Internasional dengan tujuan untuk mencapai suatu penyelesaian yang pantas dan fair.

Berdasarkan peraturan diatas dapat dinyatakan bahwa penentuan batas laut teritorial antara Negara pantai yang memiliki wilayah pantai dapat dilakukan melalui perundingan atau kesepakatan antar kedua belah pihak.

1.Pengaturan Hukum Laut Indonesia
Secara nasional pengaturan mengenai hak lintas damai terdapat dalam :
a) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
b).Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1962 tentang Hak Lintas Damai kendaraan Air Asing.
c).Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention of the Law of the Sea 1982.
d) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan.
e).Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia.
f) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian dan Perusakan Laut.

Namun melihat peraturan yang ada mengatur tentang laut teritorial di Indonesia masih banyak terdapat berbagai kekurangan diantaranya tidak adanya pengaturan batas laut Indonesia.


Comments

Popular posts from this blog

kamus bahasa pakpak versi saidin .... mohon koreksi

lirik lagu pakpak "Berngin En"

Lirik lagu sedih.. Ise ndia sisalah dan Air mata perkawinan